Tata cara dan Ketentuan Pembayaran PBB


KELEBIHAN PEMBAYARAN PBB


1. Pengertian

Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah selisih antara pajak yang dibayar dengan pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya
terutang.


2. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran

a. Perubahahan peraturan;

b. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;

c. Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;

d. Kekeliruan pembayaran.

e. Keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

3. Tata Cara Pengajuan Permohonan



  • Mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan PBB atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP).
  • Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
  • Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan objek pajak yang,

dimohonkan berupa:

-fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan tentang Keberatan/Banding dan atau Surat Keputusan tentang Pemberian Pengurangan atau Surat Keputusan Pengadian;

-Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.


  • Meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan (yang sudah lengkap) dari pejabat Kantor Pelayanan PBB yang ditunjuk.


4. Pelaksanaan Pengembalian


a. Dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari WP,Kantor Pelayanan PBB atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus menerbitkan :


  • Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PBB, apabila jumlah yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
  • Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang;
  • Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila jumlah yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

b.Kepala Kantor Pelayanan PBB atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus menerbitkan Surat Perintah pencairan Dana (SP2D) dalam jangka waktu1 (satu) bulan sejak diterbitkannya SKKPP.PBB.

c.Dalam hal WP mempunyai utang PBB atas objek lainnya dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sama, maka kelebihan pembayaran PBB yang tercantum dalam SKKPP.PBB langsung diperhitungkan terlebih dahulu.

d.WP dapat mengajukan permohonan agar kelebihan pembayaran PBB diperhitungkan dengan penetapan PBB yang akan datang.

e.Atas sisa penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d, dapat diterbitkan SPMKP.PBB.



PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OBJEK PBB

1. Pendaftaran Obiek dan Subiek PBB
Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB atau Pelayanan Pajak Pratama yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti :

  • sketsa/ denah objek pajak;
  • fotokopi KTP dan NPWP;
  • fotokopi sertifikat tanah;
  • fotokopi akta jual beli;
  • atau bukti pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung dari : 
www.pajak.go.id.
2. Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara:

a. Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP:
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.

b. Identifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.

c. Verifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.

d. Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak.
Barangsiapa karena kealpaannya :
a. tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
b. menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar; 

Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.

Barangsiapa dengan sengaja :
a. tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
b. menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
c. memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
d. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
e. tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang.

PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN 

1. Penagihan
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

2. Dasar Penagihan
Dasar Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
c. Surat Tagihan Pajak (STP)


3. Pelaksanaan Penagihan

a. Kepala KPPBB atau KPP Pratama dapat melaksanakan tindakan penagihan PBB apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam STP PBB tidak atau kuang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran. 
b. Penerbitan Surat Teguran (ST) sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
c. Setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya ST, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera menerbitkan Surat Paksa (SP)
d. Setelah lewat waktu 2x 24 jam sejak Surat Paksa (SP) diberitahukan kepada Penanggung Pajak, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
e. Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera melaksanakan Pengumuman Lelang (PL).
f. Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera melaksanakan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui Kantor Lelang.
g. Dalam hal dilakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus, kepada Penanggung Pajak dapat diterbitkan SP tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran atau tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 hari sejak ST diterbitkan.


4. Hak-hak Wajib Pajak

a. Meminta Juru Sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak.
b. Menerima salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan.
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang
d. Mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak beserta denda termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang serta melaporkan pelunasan tersebut kepada Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama yang bersangkutan sebelum pelaksanaan lelang.


5. Kewajiban Wajib Pajak

a. Membantu Juru Sita Pajak dalam melaksanakan tugasnya dengan :
- memperbolehkan memasuki ruangan, tempat usaha,tempat tinggal;
- memberikan keterangan lisan atau pun tertulis yang diperlukan;
b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan.


6 Tugas Juru sita Pajak

a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus;
b. memberitahukan Surat paksa
c. melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Suarat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
d. melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan

7. Lain-lain
a. Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak
b. Dalam melaksanakan penyitaan Jurusita berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasukmembuka lemari, laci dan tempat lain untuk menemukan objek sita ditempat usaha, di tempat kedudukan atau ditempat tinggal Penanggung Pajak, atau tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
c. Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak berhak meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Bandan Pertanahan Nasional, Direktorat Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.




PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

1. Pengertian
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :
a.Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu:

1.Objek Pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;

2.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan.

3.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

4.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBBnya sulit dipenuhi;

5.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan

6.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;

b.Wajib Pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya) atau sebab-sebab lain yang luar biasa (kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman).


2. Cara Pengajuan Permohonan

a.Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP).

b. Isi surat permohonan menyebutkan prosentase pengurangan yang dimohonkan

c. Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :
1).Untuk ketetapan PBB s/d Rp 100.000,- dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan) dengan formulir yang telah ditentukan.
2).Untuk ketetapan PBB di atas Rp 100.000,- harus diajukan oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan.
3). Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :
- SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
- SPT PPh tahun terakhir beserta lampirannya.
- STTS tahun pajak terakhir atau struk ATM/ Counter Teller pembayaran PBB
- laporan keuangan perusahaan.
4). Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman, dan sebab lain yang luar biasa dan bersifat kolektif diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah ditentukan.

d.Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 bulan sejak SPPT/SKP diterima WP atau sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.

e. Pengurangan secara kolektif diajukan sebelum SPPT diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan.

f. Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya tidak diproses, dan Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.


3. Bentuk Keputusan

Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat berupa:
- mengabulkan seluruh permohonan;
- mengabulkan sebagian atau;
- menolak.


KEBERATAN ATAS PENGENAAN PBB

1. Alasan Pengajuan Keberatan
a.Dalam hal WP merasa SPPT / SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, mengenai:
- luas Objek Pajak bumi dan atau bangunan;
- klasifikasi Objek Pajak bumi dan atau bangunan;
- penetapan/pengenaan.
b.Perbedaan penafsiran Undang-undang antara WP dan Fiskus, antara lain:
1)Penetapan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak;
2)Objek Pajak yang seharusnya tidak dikenakan PBB;
3)Penerapan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), Standar Investasi Tanaman (SIT), Run Of Mine (ROM), Free On Board (FOB), Free On Rail (FOR);
4)Penentuan saat pajak terutang;
5)Tanggal Jatuh Tempo.

2. Persyaratan Pengajuan Keberatan
Syarat Formal:
a)Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh Wajib Pajak.
b)Dalam hal keadaan terpaksa (force mayeur) wajib pajak harus dapat memberikan dan membuktikan alasan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi. Syarat materil:
1)Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2)Diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT/SKP;
3)Dalam hal dikuasakan kepada pihak lain harus melampirkan surat kuasa;
4)Diajukan masing-masing dalam satu Surat Keberatan kecuali yang diajukan secara kolektif melalui Lurah/ Kepala Desa untuk setiap SPPT/SKP per tahun pajak; 5) Mengemukakan alasan yang jelas dan mencantumkan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan menurut perhitungan Wajib Pajak.

3. Pengajuan Keberatan Tidak Menunda Kewajiban Membayar Pajak dan Pelaksanaan, Penagihan Pajak.
4. Keputusan Keberatan.
Keputusan keberatan atas SPPT/SKP berupa:
a. 
Menolak, apabila permohonan keberatan wajib pajak memenuhi persyaratan formal atau formal dan material, dan telah dilakukan pemeriksaan sehingga alasan yang diajukan oleh wajib pajak tidak tepat atau tidak benar.
b. Menerima seluruh atau sebagian menerima seluruhnya, apabila alasan wajib pajak sesuai dengan data/keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan diterima seluruhnya berdasarkan perhitungan Wajib Pajak, atau atas perintah Undangundang. menerima sebagian, apabila sebagian alasan Wajib Pajak sesuai dengan data/keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.
c. Tidak dapat diterima, apabila permohonan keberatan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-59/PJ.6/2000.
d. Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh perhitungan yang menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
5. Lain-lain.
1)Keberatan terhadap SPPT dan atau SKP dengan ketetapan sampai dengan Rp 100.000,00 dapat diajukan secara perseorangan ataupun kolektif melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan.
2)Keberatan terhadap SPPT dan atau SKP dengan ketetapan di atas Rp 100,000,00 harus diajukan oleh WP secara perseorangan.
3)KP PBB setelah menerima Surat Keberatan dari WP memberikan tanda terima.
4)Tanda terima dari KP PBB/ tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat/ sejenisnya merupakan tanda bukti bagi kepentingan WP.